Jumat, 17 April 2020

Wuhan Revisi Data Kematian Corona COVID-19

Pemerintah Wuhan resmi melakukan revisi pada angka kematian di daerah mereka akibat Virus Corona (COVID-19). Setelah revisi, total kematian naik 50 persen.


Berdasarkan laporan media pemerintah China, CGTN, jumlah kematian di Wuhan kini mencapai 4.632 orang. Sebelumnya, angka tercatat 1.290.

Verifikasi dilakukan hingga 16 April kemarin. Kini, ada 50 ribu lebih total kasus Virus Corona jenis baru di China.
Perubahan data ini membuat geger karena sebelumnya China sudah dituding menyembunyikan data asli. Ada lagi tudingan bahwa tempat kremasi bekerja seharian, sehingga menjadi indikasi angka kematian di Wuhan akibat Virus Corona sebetulnya lebih tinggi.

Media China menyebut revisi ini tidaklah mengagetkan, sebab kondisi awal di Wuhan memang kacau akibat Virus Corona. Para dokter juga disebut kewalahan akibat banyaknya pasien.

Sebelumnya, Gedung Putih sudah mempertanyakan tentang data dari Wuhan. Diduga, data dari Wuhan tidak mewakili situasi sebenarnya, sehingga negara-negara lain tidak bisa mempersiapkan respons yang akurat terhadap Virus Corona.

Badan intelijen AS turut mempertanyakan kasus Virus Corona baru di China. Namun, Kementerian Luar Negeri China menuding intelijen AS melakukan fitnah.

Virus Corona pertama kali terdeteksi di kota Wuhan pada Desember 2019. Kini, kasus itu telah menyebar ke berbagai benua di seluruh dunia.

Awal bulan April, China merasa difitnah Amerika Serikat (AS) karena dituduh menyembunyikan data kasus Virus Corona COVID-19. Tuduhan itu berasal dari laporan rahasia intelijen AS yang bocor ke media.

Dilaporkan Bloomberg, laporan intel AS menyebut China sengaja tidak jujur dalam menyajikan data kasus pasien dan kematian Virus Corona. Kesimpulan laporan itu adalah data China palsu.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying membantah laporan intelijen AS. Laporan itu ia anggap sebagai upaya fitnah AS untuk menyalahkan China.

Koordinator Respons Virus Corona Gedung Putih Dr. Deborah Birx sempat mempertanyakan data dari China. Dr. Birx menduga China tak memberi data secara lengkap, alhasil ilmuwan terkecoh.
Hasil pernyataan Dr. Deborah Birx,"Ketika kamu melihat data China di awal-awalnya, dan kamu mendapati ada 80 juta orang, atau 20 juta orang di Wuhan dan 80 juta di Hubei, dan mereka menyebut ada 50 ribu (pasien), kamu berpikir ini lebih mirip SARS ketimbang pandemi global seperti sekarang,"