Jumat, 05 Juni 2020

Kematian George Floyd Memicu Banyak Kerusuhan di Seluruh Dunia

"Tolong, aku tak bisa bernapas. Tolong..." Kata-kata itu berulang kali diucapkan George Floyd, sebelum akhirnya, nyawanya melayang dengan tragis.

George Floyd, pria berumur 46 tahun tewas saat ditangkap polisi Minneapolis. Ia diduga menggunakan uang palsu US$ 20 untuk membeli rokok di toko kelontong pada Senin 25 Mei 2020.

Ketika dibekuk, ia dipaksa terlentang di jalan. sementara dua aparat lainnya, Alexander Kueng dan Thomas Lane menekan bagian pinggang dan kakinya. Satu polisi lagi bernama Tou Thao menjaga agar tak ada yang mendekati tempat kejadian.


Kematian George Floyd, yang adalah warga Amerika keturunan Afrika, menyulut amarah publik. Berawal dari Minnesota, gelombang protes terhadap dugaan rasialis polisi kulit putih, meluas hingga ke 40 wilayah di Amerika Serikat bahkan hingga ke Inggris dan Selandia Baru.

Seketika, George Floyd jadi ikon gerakan antirasis di Negeri Paman Sam. Sejumlah orang turun ke jalan menuntut keadilan untuk Floyd. Namun, aksi yang sedianya berlangsung damai, tak sedikit yang berakhir dengan kerusuhan dan penjarahan.

Tercatat dua orang tewas ditembak aparat dan 60 lainnya ditangkap dalam aksi unjuk rasa dan penjarahan di sejumlah area permukiman dan pinggiran Kota Chicago. Sementara, laporan Los Angeles Times, mengungkap bahwa pihak berwenang di Los Angeles telah menahan sekitar 2.500 orang sejak Jumat 29 Mei hingga Selasa 2 Juni pagi waktu setempat, setelah unjuk rasa damai yang diwarnai perusakan properti, mengguncang kota itu.

Sedangkan Derek Chauvin, langsung dipecat dari kepolisian dan ditetapkan sebagai tersangka pembunuh George Floyd. Ia kini mendekam di penjara dengan keamanan maksimum.

Saat gelombang protes atas kebrutalan polisi yang menewaskan George Floyd, Presiden Amerika Serikat Donald Trump malah mengeluarkan pernyataan yang membuat banyak warga AS tersulut emosi, alih-alih mendinginkan suasana. Banyak pihak yang menyatakan, Trump tidak memberi kebijakan yang baik di tengah situasi mencekam ini, terlebih ia mengancam akan mengerahkan kekuatan militer untuk meredam aksi.

Padahal, dalam sebuah pernyataan, Donald Trump pernah menyebut dirinya adalah "President of law and order" atau presiden yang menjunjung tinggi hukum dan peraturan, seperti dikutip dari laman ABC News.

Selain kasus kematian George Floyd, Trump belakangan juga dikritik karena gagal mengelola momok Virus Corona COVID-19 yang menewaskan banyak warga Amerika Serikat.